Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (Biro Pers Setpres)
Jakarta – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan masyarakat harus membedakan antara presiden sebagai kepala negara, atau sebagai individu. Menurutnya presiden sebagai individu tidak boleh netral dan harus mencoblos.
“Kepala negara ini ditanya sebagai pribadi atau sebagai kepala negara. Kalau sebagai kepala negara harus netral, 100%. Sebagai pribadi, dia tidak boleh netral saat masuk bilik suara. Ketika masuk bilik suara dia harus milih,” ujar Bagja, ‘Nertralitas Pemilu dan Ancaman Demokrasi’ di DPP PPP, Jakarta Pusat, Minggu (12/11/2023). .
Bagja mencontohkan pribadinya juga harus membedakan dirinya sebagai Ketua Bawaslu atau sebagai pribadi. Bagja mengatakan dirinya sebagai ketua Bawaslu memang harus netral, namun tidak boleh tidak mencoblos.
“Bawaslu juga netral tidak netral. Kami harus netral Tapi boleh nggak kami tidak memilih? Jangan sampai kami jadi seperti yang di terminal itu, suruh orang naik, suruh orang milih tapi kami tidak memilih,” sebutnya.
“Jadi kami harus milih. Di mana Bawaslu, di mana personal seorang Rahmat Bagja itu tidak netral? Pada saat masuk bilik suara. Kapan dia harus netral? Saat keluar dari bilik suara,” tambahnya.
Untuk itu, dia mengatakan harus membedakan antara Presiden sebagai kepala negara atau sebagai individu. Yang salah adalah ketika presiden menggunakan kekuasannya untuk kepentingan pribadinya dalam pemilu atau pilpres.
“Jadi itulah yang kemudian harus dibedakan presiden sebagai kepala negara, sebagai individu. Jangan sampai sebagai kepala negara dia menggunakan kekuasaan untuk kepentingan anaknya, yang kemungkinan akan bertanding. Kemungkinan, tanggal 13 apakah jadi atau tidak kita tunggu KPU,” ujarnya.